0

Riview UU ITE No 11 tahun 2008 dan Perubahan UU ITE No 19 tahun 2016

Posted by arumalra00 on October 22, 2018 in Uncategorized |

RINGKASAN UU RI NO 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Dalam undang-undang tentang informasi dan transaksi elekstronik pada BAB 1 Pasal 1 menjelaskan tentang pengertian Informasi Elektronik, Transaksi Elektronik, Teknologi Informasi, Dokumen Elektronik, Sistem Elektronik, Penyelenggaraan Sistem Elektronik, Jaringan Sistem Elektronik, Agen Elektronik, Sertifikat Elektronik, Penyelenggara Sertifikasi  Elektronik, Lembaga Sertifikasi Keandalan, Tanda Tangan Elektronik, Penanda Tangan, Komputer, Akses, Kode Akses, Kontrak Elektronik, Pengirim, Penerima, Nama  Domain, Orang, Badan Usaha dan Pemerintah. Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum.

Asas dari undang-undang ini pada BAB II Pasal 3 adalah kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi. Tujuannya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional, meningkatkan efektivitas dan efisiensi, membuka kesempatan kepada setiap Orang, memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum.

Pada BAB III pasal 5 dijelaskan bahwa Informasi Elektronik hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Ketentuan tersebut dianggap sah sepanjang dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan. Pasal 7 menjelaskan tentang kepastian hukum dan pasal 8 menjelaskan tentang pengecualiannya. Pelaku usaha harus menawarkan kebenaran, dan akan mendapatkan sertifikasi. Pasal 11 dan 12 menjelaskan tentang ketentuan Tanda tangan elektronik.

BAB IV berisi tentang Penyelengaraan sertifikasi elektronik dan sistem elektronik. Pasal 13 menjelaskan tentang hak, kepastian, pihak yang bersangkutan, status penyelenggara dan ketentuan penyelenggara sertifikasi elektronik. Pada pasal 14 diterangkan tentang metode dan hal yang dapat digunakan.

Pada BAB V dijelaskan bahwa transaksi elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik atau private. Ketentuan ini mengikat semua pihak dan pihak tersebut memiliki kewenangan untuk memilih hukum serta harus sesuai dengan kesepakatan. Pasal 21  menjelaskan tentang siapa saja yang bertanggung jawab.

Nama domain, hak kekayaan intelektual dan perlindungan hak pribadi dijelasakan pada Bab VI yang isinya tentang hak setiap orang untuk memilki nama domain. Pada pasal 25 dijelaskan bahwa Karya intelektual dilindungi oleh pemerintah. Setiap orang yang dilanggar hak nya yang terdapat pada pasal 26 dapat mengajukan gugatan.

BAB VII menjelaskan tentang Perbuatan-perbuatan yang dilarang seperti melanggar kesusilaan, perjudian, pencemaran nama baik dan pemerasan.  Dalam transaksi elektronik, Setiap orang dilarang menyebarkan berita bohong dan berita yang menimbulkan rasa kebencian. Dalam akses informasi, setiap orang dilarang mengakses komputer milik orang lain untuk mendapatkan informasi dengan menerobos sistem keamanan. Dalam informasi elektronik, setiap orang dilarang melakukan penyadapan dan intersepsi.  Pasal 35 dan 36 menjelaskan bahwa  setiap orang tanpa hak dilarang melakukan manipulasi yang merugikan orang lain.

Penyelesaian sengketa dijelaskan pada BAB VII, isinya tentang setiap orang dapat mengajukan gugatan. Pasal 29 menjelasakan bahwa Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Peran Pemerintah adalah memfasilitasi pemanfaatan Teknologi Informasi dan melindungi kepentingan umum seperti pada BAB IX. Pasal 41 menjelaskan masyarakat juga dapar berperan meningkatkan pemanfaatkan teknologi informasi.

BAB X menjelaskan tentang penyidikan yaitu yang pertama yang bertanggung jawab di bidang IT berhak melakukan penyidikan dan itu dilakukan dengan memperhatikan terhadap privasi publik. Pengeledahan harus dengan ijin pengadilan da wajib menjaga terpeliharannya kepentingan umum. Penyidik dalam bertindak wajib meminta penetapan ketua pengadilan. Pada pasal 44 menjelaskan tentang alat  bukti penyelidikan.

Ketentuan pidana dijelaskan pada BAB X1, melanggar pasal 27 hukuman penjara 6 tahun, pasal 28 (6 tahun), pasal 29 (12 tahun), pasal 30 antara 6 sampai 8 tahun, pasal 31 (10 tahun), pasal 32 antara8 sampai 10 tahun, pasal 33 dan 34 (10 tahun), pasal 35 dan pasal 36 (12 tahun). Dalam pasal 27 bila melakukan tindakan asusila mendapat hukuman sepertiga dari hukuman pokok. Pasal 30 sampai 37 bila digunakan untuk layanan publik dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga dan bila milik badan strategis dan sejenisnya dipindana masing-masing pidana pokok ditambah dua pertiga. Pasal  27 sampai 37, bila dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.

Ketentuan peralihan BAB XII, Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, semua Peraturan   Perundang-undangan dan kelembagaan yang berhubungan dengan pemanfaatan Teknologi   Informasi yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku.

Ketentuan penutup, Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Peraturan  Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun setelah diundangkannya Undang-Undang ini.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR I1 TAHUN 2OO8 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
Bahwa kemerdekaan menyatakan pikiran dan kebebasan berpendapat
serta hak memperoleh informasi melalui penggunaan dan pemanfaatan
Teknologi Informasi dan komunikasi ditqiukan untuk memajukan
kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta
memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan
Penyelenggara Sistem Elektronik.
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, hak dan
kebebasan melalui penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi
tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan pembatasan yang ditetapkan
dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan
untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral,
nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE) adalah undang-undang pertama di bidang
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai produk legislasi yang
sangat dibutuhkan dan telah menjadi pionir yang meletakkan dasar
pengaturan di bidang pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik. Akan tetapi, dalam kenyataannya, perjalanan implementasi dari
UU ITE mengalami persoalan-persoalan.
Pertama, terhadap Undang-Undang ini telah diajukan beberapa kali
uji materiil di Mahkamah Konstitusi dengan Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 50 / PUU-VI / 2008, Nomor 2 I PUU -VII I 2009, Nomor S / PUU-UII / 20 I O,
dan Nomor 20IPUU-X.IV /2016.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor SO/PUU-VII2OOS
dan Nomor 2/PUU-VII|2OO9, tindak pidana penghinaan dan pencemaran
nama baik dalam bidang Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik
bukan semata-mata sebagai tindak pidana umum, melainkan sebagai delik
aduan. Penegasan mengenai delik aduan dimaksudkan agar selaras dengan
asas’kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor s/PUU-Vfil I 2OLO,
Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa kegiatan dan kewenangan
penyadapan merupakan hal yang sangat sensitif karena di satu sisi
merupakan pembatasan hak asasi manusia, tetapi di sisi lain memiliki aspek
kepentingan hukum. Oleh karena itu, pengaturan (regutation) mengenai
legalitas penyadapan harus dibentuk dan diformulasikan secara tepat sesuai
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Di
samping itu, Mahkamah berpendapat bahwa karena penyadapan merupakan
pelanggaran atas hak asasi manusia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal
28J ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
sangat wajar dan sudah sepatutnya jika negara ingin menyimpangi hak
privasi warga negara tersebut, negara harrrslah menyimpanginya dalam
bentuk undang-undang dan bukan dalam bentuk peraturan pemerintah.
Selain itu, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
20lPUU-xrv l2oL6, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa untuk
mencegah terjadinya perbedaan penafsiran terhadap Pasal 5 ayat (1) dan
ayat (21 UU ITE, Mahkamah menegaskan bahwa setiap intersepsi harus
dilakukan secara sah, terlebih lagi dalam rangka penegakan hukum. Oleh
karena itu, Mahkamah dalam amar putusannya menambahkan kata atau
frasa “khususnya” terhadap frasa “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik”. Agar tidak terjadi penafsiran bahwa putusan tersebut akan
mempersempit makna atau arti yang terdapat di dalam Pasal 5 ayat (1) dan
ayat (2) UU ITE, untuk memberikan kepastian hukum keberadaan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai alat bukti perlu dipertegas
kembali dalam Penjelasan Pasal 5 UU ITE.
Kedua, ketentuan mengenai penggeledahan, penyitaan, penangkapan,
dan penahanan yang diatur dalam UU ITE menimbulkan permasalahln bagi
penyidik karena tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik begitu cepat dan pelaku dapat dengan mudah mengaburkan
perbuatan atau alat bukti kejahatan.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU ITE

RINGKASAN UU RI NO 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Copyright © 2018-2024 arumalra00's blog All rights reserved.
This site is using the Desk Mess Mirrored theme, v2.5, from BuyNowShop.com.